Norma dan Etika Jual Beli
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat dan membayar zakat. mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang” (an-Nur: 37)
Adam Smith (1776) seorang tokoh yang dijuluki Bapak Ekonomi Kapitalis, dalam salah satu bukunya yang terkenal menyebutkan bahwa tanah Arab merupakan tempat suatu komunitas yang telah berperadaban maju/ modern dimana aktivitas perekonomiannya telah dilakukan dengan cara perdagangan. Persis ketika bangsa-bangsa barat masih hidup dalam era kegelapan (dark ages). Ia menyebut era tersebut dengan era Mohamet (yang dimaksud Nabi Muhammad) dan para pemimpin penggantinya.
Tak heran jika aktivitas perdagangan modern seperti ekspor dan impor kala itu sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan oleh orang-orang Arab terutama kaum Qurays sebagaimana yang telah dijelaskan dalam QS. Al-Quraisy 1-2.. Yaman dan Syam merupakan objek kawasan perdagangan kala itu.
Masa-masa sebelum turunnya Nabi Muhammad saw di tanah Arab merupakan masa-masa kejahilan agama dan moral orang Arab kala itu sehingga dikenal dengan masa jahiliyah. Hal ini pula (kejahilan moral) yang tergambar dari aktifitas perdagangan yang mereka lakukan; tipu menipu (gisy), menimbun barang (ihtikar), dan prinsip dagang yang asal untung sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari praktek perdagangan mereka.
Islam yang lahir dalam rangka menyempurnakan tatanan akhlak dan moral yang juga turun kepada seorang pedagang (Nabi Muhammad) tentunya mempunyai panduan dan rambu-rambu moral dalam urusan niaga yang harus dipraktekan oleh seluruh pelaku bisnis kapan pun dan dimana pun mereka berada.
Memang, dunia perdagangan (sebut saja dunia bisnis) merupakan sebuah dunia yang berdimensi untung-rugi. segalanya diukur atas timbangan hal ini. Maka tidaklah mengherankan jika tidak ada keimanan yang kuat dengan ketauhidan yang mantap, seringkali panduan Islam tentang tatanan akhlak yang seharusnya menjadi rambu-rambu yang harus ditaati diabaikan atau bahkan dilabrak sama sekali.
Tidaklah berlebihan jika Khalifah Umar bin Khattab mengeluarkan sebuah perkataan seperti berikut ini: “Janganlah memasuki pasar orang yang tidak faham akan agama”
Marilah kita berkaca pada kehidupan Rasulullah saw, baik beliau sebagai pedagang sekaligus utusan Allah Swt. Banyak sekali pelajaran etika yang seharusnya dilakukan dalam segenap aktivitas perekonomian, diantaranya:
1. Larangan ihtikar
Ihtikar (penimbunan) yang dilakukan oleh segelintir pribadi merupakan perbutan yang sangat dzalim. Betapa tidak, disamping ia dapat menimbulkan kelangkaan (scarcity) pada suatu komoditas tertentu, ia juga dapat menaikan harga tersebut di pasaran sehingga dapat membunuh sebagian kalangan yang memiliki daya beli yang sangat rendah.
Bukankah karena ulah para penimbun, minyak tanah di negeri kita mengalami kelangkaan dan tingkat harga yang sangat tinggi beberapa waktu silam?. maka tak salah jika Rasulullah bersabda dalam salah satu riwayatnya bahwa para penimbun adalah orang-orang yang berdosa.
2. Larangan gisy
Dalam melakukan kegiatan apapun, termasuk kegiatan tijari (perdagangan/ komersial), seorang yang mengaku dirinya muslim tidak boleh melakukan kegitan penipuan karena penipuan adalah salah satu bentuk kedzaliman yang sangat bertentangan dengan prinsip persaudaraan yang dijunjung tinggi dalam Islam.
Bahkan para pelakunya tidak akan mendapat pengakuan sebagai umat Nabi Muhammad saw, artinya mereka adalah golongan yang tidak akan mendapat syafaat Nabi kelak di yaumil jazaa. “Barang siapa yang melakukan penipuan maka bukan bagian dari golongan kami”
3. Perintah zakat
Disamping larangan diatas, Islam senantiasa mengajarkan kepada para pelaku bisnis untuk tetap memiliki kepekaan sosial kepada saudara lainnya. Jika perdagangan telah menghasilkan dan mencapai nisab tertentu maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat.
Jangan pernah merasa kikir dan enggan untuk membayarnya karena pada hakikatnya harta itu adalah kepunyaan Allah dan harus dikeluarkan jika suatu saat Allah meminta sebagiannya.
Demikian sebagian akhlak Islam yang dapat penulis sampaikan, semoga bermanfaat. Wallahu ‘alam bisshowab